17.12.09

Nikah Mut'ah Disisi Islam

Sejak beberapa dekad yang lalu telah terjadi kesepakatan dikalangan ulama Sunni maupun Shiah bahwa Nikah Mut’ah adalah HALAL berdasarkan Firman Allah SWT :

“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni`mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(QS. An Nisa [4] : 24}

Tetapi kedua golongan Islam (Suni dan Shiah) tetap berbeda pendapat tentang PENGHARAMAN Nikah Mut’ah.

Golongan Suni mempunyai tiga pendapat sehubungan dengan pengharaman Nikah Mut’ah, yaitu :

1. Pendapat yang mengatakan bahwa Nikah Mut’ah telah diharamkan, kemudian dihalalkan, kemudian diharamkan, kemudian dihalalkan dan akhirnya di haramkan, berdasarkan Hadist Nabi SAW.

Bantahan Shiah :

a. Hadist Nabi SAW tidak biasa membatalkan (memanzukhkan) firman Allah SWT

pada Al Qur’an. Karena hanya Allah SWT yang berhak memanzukhkan ayat Al Qur’an.

b. Hadist2 telah pengharaman yang berulang-ulang itu semuanya merupakan Hadist Ahad yang tidak berkuataan sahih.

c. Tidak mungkin Rasulullah SAW mengharamkan nikah mut’ah karena alasan perzinahan, kemudian menghalalkan lagi, kemudian pengharamkan lagi, kemudian menghalalkan lagi dan akhirnya mengharamkan. Bukankah selama penghalalan kembali itu berarti juga Rasulullah SAW menghalalkan perzinaan?

2. Pendapat yang mengatakan bahwa Nikah Mut’ah dihalalkan pada masa Nabi SAW, masa Abu Bakar dan dua tahun pertama masa Umar bin Khattab, kemudian diharamkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab bersamaan dengan pengharaman Mut’ah Haji (Haji Tamattu).

Bantahan Shiah :

a. Kalau Nabi SAW saja tidak bisa membatalkan (memanzukhkan) firman Allah SWT pada Al Qur’an, maka apalagi Umar bin Khattab.

b. Kalau Nabi SAW saja tidak bisa mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah (Nikah Mut’ah – QS. An Nisa [4]: 24) , maka apalagi Umar Bin Khattab.

3. Pendapat yang mengatakan Nikah Mut’ah yang tercantum pada QS. An Nisa [4] :24 telah dibatalkan (di naskhkan) oleh Allah Ta’ala berdasarkan firman Allah SWT:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”

(QS. Al Mukminun [23] : 1-6 dan Al Ma’arij [70] : 29-30).

Bantahan Shiah :

Meskipun Surat Al Mukminun (Surat ke-23) dan Surat Al Ma’arij (Surat ke-70) sedangkan Surat An Nisa merupakan Surat ke-4, dalam Mushaf Al Qur’an. Namun berdasarkan turunnya Surat Al Qur’an, maka Surat Al Mukminun merupakan Surat Makkiyah ke- 74 dan Surat Al Ma’arij merupakan Surat Makkiyah ke-79, sedangkan Surat An Nisaa merupakan Surat Madaniyah ke-6.
Tidak Ada Satu Ayat Quran pun Turun Mengharamkan Nikah Bertempoh ini atau Nikah Mutaah

Sehingga tidaklah mungkin Surat Al Mukminun dan Surat Al Ma’arij dikatakan telah membatalkan ayat tentang Nikah Mut’ah pada Surat An Nisaa yang diturunkan belakangan daripada kedua Surat terdahulu. Suatu ayat hanya dapat dibatalkankan oleh ayat lainnya yang diturunkan kemudian, berdasarkan firman Allah SWT :

“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguh-nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”

(QS. Al Baqarah [2] : 106)

Berdasarkan penjelasan di atas maka Nikah Mut’ah adalah HALAL berdasarkan QS. An Nisaa [4] : 24. Dan segala sesuatu yang di-HALAL-kan oleh Allah tidak bisa di-HARAM-kan oleh manusia. Dan apa yang Halal menurut Allah SWT pastinya didalamnya hanya mengandung kebaikan serta terbebas dari keburukan. Namun ada diantara manuasia yang merasa dirinya lebih hebat dari Allah SWT, sehingga menilai di dalam Nikah Mut’ah semata-mata hanya terdapat keburukan (seperti diartikan sebagai penghalalan pelacuran, dsb).

Dewasa ini banyak dari kalangan Ulama Suni di Indonesia yang berpendapat bahwa Nikah Mut’ah adalah Halal berdasarkan nash Al Qur’an, dan bahkan tidak sedikit diantaranya yang melakukannya, bukan semata-mata karena kebutuhan seksual, tetapi guna menunjukan ke-halalan Nikah Mut’ah itu sendiri.

Halalnya Nikah Mut'ah bukanlah berarti wajib atau di sunnahkan untuk dilakukan, melainkan siapapun diperbolehkan memilih untuk melakukan ataupun meninggal-kannya (tidak melakukannya). Tetapi ia menjadi wajib bagi sepasang pria wanita yang tidak terikat pada Nikah Daim (Nikah Permanen) yang melakukan hubungan seksual. Karena tanpa Nikah Mut'ah maka hubungan seksual tersebut menjadi tergolongan perbuatan zina yang mendatangkan dosa.

Seseorang boleh saja mengatakan, "Aku tidak memerlukan Nikah Mut'ah, karena aku tidak akan mungkin terjerumus pada perbuatan zina", meskipun sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Maha Mengetahui bahwa manusia tidak bisa menahan hawa nafsunya (syahwatnya). Nah Nikah Mut'ah adalah rahmat Allah Ta'ala kepada Umat Muhammad SAW untuk menyelamatkannya dari jurang perzinaan. Nikah Mut'ah adalah solusi Islam sebagai agama terakhir terhadap praktek perzinaan, yang menjangkiti keturunan Adam as sejak generasi awal serta tidak kunjung berhasil dihapuskan semata-mata melalui ancaman dosa dan larangan oleh syariat2 yang diturunkan sebelumnya.

Bagi setiap mukmin tersedia dua alternatif (dalam hal tidak dapat menahan hawa nafsu seksualnya yang tidak tertampung oleh isteri2nya atau yang belum mempunyai isteri tetapi telah cukup umur), yaitu 1). melakukan hubungan seksual dengan Nikah Mut'ah, atau 2). melakukan hubungan seksual tanpa Nikah Mut'ah.

Sementara itu dikalangan umat Islam terjadi perbedaan pendapat tentang halal dan haramnya Nikah Mut'ah. Sebagai seorang yang berakal, bagaimanakah anda menentukan pilihan atas kedua alternatif di atas?

Kebenaran hakiki adalah sisi Allah SWT.

Jika Nikah Mut'ah adalah haram di sisi Allah, maka sekalipun anda melaksananya, tetap tergolong sebagai zina.

Jika Nikah Mut'ah adalah Halal di sisi Allah, maka sungguh merugi jika tidak melaksanakannya, karena seharusnya bisa terhindar dari perbuatan zina, tetapi karena kekerasan kepala, malah terjerumus pada perbuatan zina.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa pembicaraan tentang Nikah Mut'ah sangat tidak disenangi oleh sebagian umat Islam sendiri terutama dari kalangan wanita. Seperti halnya juga berbicara tentang Poligami yang sampai sekarang belum bisa diterima oleh kebanyakan kaum muslimah.

Tetapi berbicara tentang aqidah dan syariat agama bukanlah tergantung pada senang atau tidak senangnya pihak2 tertentu. Slogan ISLAM YANG KAFFAH (Menyeluruh) adalah termasuk dalam hal pembicaraan seperti ini. (Apa yang engkau anggap buruk belum tentu hal itu buruk disisi Allah)

Sebagai penutup, saya kutip ucapan Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as: “Bilamana saja Umar tidak melarang Nikah Mut’ah, niscaya tidak ada lagi seorang mukminpun yang akan terjerumus kedalam zina, kecuali mereka yang benar2 celaka”.

7 comments:

budhi said...

Syarat² Nikah Mut'ah apa saja Pak?
Thx

Unknown said...

Sudah menjadi kebiasaan pada firqoh Syiah berdalil dengan dalil ahlu Sunah tapi TIDAK JUJUR DI DALAM BERDALIL .Ada dalil yang di penggal dan di ambil sebagian kemudian dalil itu di setir kepemahaman yang tidak di pahami oleh ahlu sunah kemudian di gambarkan hal tersebut adalah pemahaman ahlu sunah . Kapan anda akan jujur ? dimana kejujuran saja sudah tidak dimiliki bagaimana ajaran tersebut bisa di ikut .Modal awal Rasullulah Muhammad dalam berdakwah adalah kejujuran .
3 pertanyaan buat para penghalal Mutah dan tolong jawab dg jujur
1 - Siapakah istri Mutah nabi Muhammad ? karena kita ketahui apa saja yang dilakukan oleh nabi dalam urusan agama pasti di catat oleh hadis dan sejarah .
2 - Siapakah anak nabi Muhammad yang memparaktikkan Mutah ?.Kalau mutah adalah baik pasti nabi dan keluarganya adalah pelaku pertama perkawinan ini .
3 - Siapakah istri mutah ali dan anak ali r a yang mempraktikan perkawinan ini
Jawablah pertanyaan ini dan jujurlah ! agar allah memberi hidayah kepada kalian

Unknown said...

saya ingin bertanya kepada anda wahai Syi'ah Kaafirr,,Coba sebutkan Satu Saja Imam Ahlul Bait yang melakukan Mut'ah (Kawin Kontrak) dan siapa anak2 mereka dari Hasil Kawin Mut'ah itu????? Sebutkan Imam Ahlul Bait satuuuuuu saja ndak usah banyak-banyak..yang melakukan kawin Mut'ah,dan siapa Wanita2 yang Di Mut'ah.????? SEBUTKAN!!!!!!!!!!!!! Ingat! yang saya tanya adalah Imam dari kalangan Ahlul Bait...Jangan selain mereka,karena Syi'ah selalu mengotori Kesucian Ahlul Bait dengan mengaku-ngaku sebagai Pengikut setia Ahlul Bait. Bila ada,silahkan sebutkan dengan lengkap dan Ilmiah dan jangan lari dari pertanyaan saya

Anonymous said...

Mutaah bukannya wajib.. masalahnya jgn haramkan benda yg halal.. dudud

Unknown said...

mantap gan artikelnya, bagus
Souvenir Pernikahan Murah Kediri

Anonymous said...

Asyik neh... Ada duit bisa ngawinin perempuan-perempuan... Ada yang mau dibayar pake jasa gak yah... Berarti Dolly, Saritem itu halal ya Bang... Ajiib

Putra Pertiwi said...

Dimana bisa mendapatkan wanita yang mau dimut'ah ?